Dunia Yang Ku Fahami.

Black Hollow



Rindu pada sesuatu yang tak ku kenal persis, sebuah kesadaran yang terngiang menjadi lagu lama yang dimainkan di benakku. Aku tak yakin bisa melukiskannya, tak bisa dideskripsikan. Kosa kata yang terlalu miskin, dan ide yang berada di cakrawala dan berputar-putar beberapa radius dalam jangkauan tembak penfsiran. Meski demikian, aku dapat rasakan ini persis seperti apa, dan aku tahu penyebabnya apa.




Apakah anda punya waktu untuk berhenti sejenak dalam satu digit ruang, vacum di sebuah mata rantai waktu dan bisu tanpa suara. Mari sejenak istirahat, diam membatu. Bayangkan tempat yang damai, telaga. Hatimu tenang sekarang. Apa yang lebih nyaman selain wajah datar triliunan H2O bertudung warna biru teduh langit diambang sore. Dibelai angin semilir. Dan menyaksikan warna jeruk tipis jauh di puncak bukit. Tercipta suasana melankolis ketika semua mahluk bernyawa rindu akan sebuah perpisahan, seolah matahari akan pergi jauh sekali dan tak kan pernah kembali.



Hampir saja terlewatkan saat tepukan kecil dipundakku.
"Waktunya telah tiba sayang",
kata malaikat malam mengingatkan sambil senyum rembulan hasnya. Ikhlas rasanya menarik satu atau dua nafas panjang. Kupastikan ada perasaan lega yang berangsur menguasai jantung sebelah kiri, ini seperti jatuh cinta pada sesuatu yang tiada kutahu. Tapi aku sangat yakin, karena sekarang aku merasa. Seperti ingat rumah, masa-masa kecil dan orang yang telah kutinggalkan.
"Mari kita pergi," bisik malaikat sekali lagi.
Kami harus pergi saat itu. Dalam sekejap tiba-tiba hilang faktor magnetis bumi. Aku melayang terbawa perlahan, dan rumah ku berubah menjadi kotak kecil, kempes mengecil. "Mari berhenti melihat kebawah, aku ingin menunjukkan langit luas yang lebih indah", gumam mahluk bersayap itu lagi. Aku tak Tak rela rasanya apa yang aku miliki, masa laluku dan orang-orang yang ku cintai ditukar, bahkan dengan "surga" untuk saat itu. Seketika, luluh keperkasaanku, tangisku pecah namun tidak seorangpun temanku berada disisiku.
Ia hanya seekor malaikat.



Tangisku baru henti ketika perjalanan sudah di sekitar bulan. Benda terang itu ternyata lebih kecil dari yang kubayangkan. Aku terpana melihat Budha duduk bersila disana.

Tapi tujuan kami sebenarnya adalah Black Hollow. Satu gugus bintang yang sangat gelap, satu ruang yang berada di pusat galaksi.
Aku kemudian diajarkan tentang teory asal mula kejadian, thermodinamika, fisika kuantum, dan big-bang. Dan ternyata Black Hollow adalah memori antar ruang dan waktu. Bayangan nakalku ingat kotak hitam pesawat udara. Tetapi Black Hollow jauh lebih dahsyat. Black Hollow mampu merekam tentang semua kejadian mulai dari awalnya, dan bisa menerjemahkan langsung ke monitor urat sarafku. Black Hollow mampu menerjemahkan sisa sisa fosil cahaya ultra red, radiasi ledakan benda besar (big bang) yang masih berkeliaran dalam wujud energi gelap. Ku masih bisa saksikan Adam sedang memetik buah terlarang dan menikmatinya bersama Hawa dibawah pohon belimbing. Mereka menikmati dosa pertama.




Aku terpana bukan oleh ulah Adam kepada Hawa, tetapi oleh Black Hollow yang luar biasa itu, lalu ku bertanya, kenapa seperti ini? Lalu Malaikat menjelaskan, "Semua itu karena kami bekerja dari sini, kamilah yang ditugaskan mencatat apa saja, dimana saja dan kapan saja. Tidak ada satu daun jatuh dari tangkainya luput dari data laporan harian, tidak ada satu atom eneri cahaya yang luput dari hitungan. Bahkan dalam dirimu, berapa sel yang mati dan berapa sel baru, berapa perdetik jumlah sel berganti, atau atom apa yang tersumbat di pembuluh nadimu, ada catatanya, disini, di black hollow." Setelah diam beberapa saat, ia kemudian menjelaskan, "Itulah jawaban atas pertanyaan dari rasmu, manusia, kenapa black hollow menarik setiap energi yang berada di sekitar black hollow?



Jadi ku mengerti sekarang alasannya.
Sekali lagi ku menatap monitor disana Charles Darwin lagi merenung disisi perahunya di sebuah pulau gugusan Galapagos. Dan ia ada benarnya tentang nenek moyangnya yang berasal dari keluarga kera.




Duhai..
Betapa luas ruang. Ingin rasanya berseluncur hingga tepi galaksi, atau tepi apapun namanya akhir batas keberadaan, ujung yang bertemu tepian, angka terahir dalam digit. Tetapi itu jauh sekali. 10 pangkat tak terhingga tahun cahaya untuk hampir sampai kesana. Tempat bajak laut menyembunyikan harta karunnya. Pastilah ku tak sanggup menggapainya, karena sebelum sampai kesana otakku sudah pecah oleh angka yang tak terbilang, melebihi kapasitas memori standard yang mampu ku cerna.
Lalu aku bertanya, Dikordinat mana Tuhan bertahta?
Lalu para malaikat menjawab, "Engkau tidak akan mampu memikirkannya atau menebaknya. Terlalu berat pertanyaan untuk ukuran mahluk sekecil dirimu. Tuhan terlalu besar untuk muat masuk kedalam otakmu."



Aku lalu terdiam. Kemudian ku sadar Ternyata wujudku tidak lebih dari debu ukuran nano di antara wujud keberadaan.
Langkah kecilku setengah meter per dua detik tidak berbanding dengan pergerakan luar biasa, bandingkan misalnya komet, yang bergerak kisaran 2 ribu km per detik.
Ah sebaiknya aku pulang saja, aku lebih senang berkumpul dengan mahluk yang satu ras denganku.


Ke Planet Kungfu sekarang aku menuju.
Bazonggier

Bazonggier is a site where you find unique and professional blogger templates, Improve your blog now for free. Kapan Nikah?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama