Sekali lagi tentang Ganyang Malaysia.
Jika Uni Eropa bisa di bentuk diatas sejarah pergolakan masa silam, maka Indonesia-Malaysia berkutat di masalah yang sama sejak republik ini lahir.
Hari ini, sebuah media ibu kota menampilkan fota, 8 orang pemuda berikat kepala merah putih, mengacungkan tombak bambu runcing dan bendera merah putih diikat di ujungnya. Latar belakang adalah, spanduk bertuliskan: "Tempat Pendaftaran Relawan Ganyang Malaysia !!!. Indonesia pasti menang.
Apa yang bisa bayangkan dengan setting itu?
Mungkin pesan: "Mari kita perangi Malaysia dengan bambu runcing di tangan".
Pertanyaan sesungguhnya dua:
Untuk apa membuat perang = untuk apa tidak membuat damai? Dan, Apa untungnya buat bangsa Indonesia membuat perang = apa untungnya tidak membuat damai saja?
"Ganyang malaysia" saat ini seperti yang mereka fikirkan "diperlukan" untuk "memberi pelajaran" kepada Malaysia cara bersopan santun. Tidak boleh mencaplok pulau, "mencuri" tari pendet, lagu rasa sayange.
Sebuah perang akan di buat dengan alasan yang sangat "besar" dan "masuk akal". Tujuannya tidak jelas, apakah perang yang akan mereka ciptakan untuk mengirim seluruh orang Malaysia ke alam baka, atau hanya sekedar "tawuran kecil" seperti yang biasa di lakukan mahasiswa UKI dan mahasiswa universitas tetangganya.
Foto mereka yang terpampang di koran itu seolah tidak beda dengan aksi teatrikal, bisa juga seperti persiapan sooting sebuah sinetron "perang perangan" dalam film Lasykar Pelangi karya Andrea Hirata.
Jimmy teman saya berani jamin, suka relawan itu tidak akan berangkat ke Malaysia untuk membuat "ganyang malaysia", tetapi sedang meniti karir sebagai aktivis yang kelak mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Logika Jimmy, "aku berteriak lantang maka aku dapat kursi". Itu kesimpulan Jimmy pribadi.
Malaysia tidak "terbuat" dari bahan iblis. Banyak hal dari Malaysia berakar dari Indonesia, banyak data tentang berapa orang Indonesia yang telah menjadi pribumi. Diantaranya berasal dari, Bali, Ponorogo, Maluku, Medan, Padang, Aceh, Makassar, Kalimantan dan lain lain.
Sekedar perbandingan dari teman saya Roy, seorang batak. Ada beberapa warga batak di Jawa Barat, dan pada suatu perayaan penting misalnya perkawinan, orang batak dan orang sunda serta jawa menari Tortor bersama. Kini ada Tortor di Jawa barat. Bayangkan seratus tahun yang akan datang, tor tor bisa jadi akan menjadi "tarian pribumi" di Jawa Barat. Sama halnya dengan Musik Keroncong, "musik pribumi" yang berasal dari Portugal.
Banyak warga Indonesia ke Malaysia bahkan sebelum Negara Republik Indonesia ada. Dan tidak ada salahnya orang malaysia keturunan Padang menarikan tari piring. Atau orang malaysia keturunan Ponorogo membuat reog dan keturunan Menado melakukan Poco poco.
Saya setuju, jika ada pelanggaran dalam legalitas harus diselesaikan di hadapan hakim. Jika terjadi pelanggaran legalitas dan merugikan Bangsa Indonesia, seharusnya di hadapi dengan cara yang sama. Legalitas lawan legalitas. Indonesia memiliki banyak praktisi hukum yang di akui dunia internasional. Seharusnya mereka yang bekerja, dan bukan "ahli tawuran".
Banyak kerugian jika seseorang bekerja hanya menggunakan emosi dan otot. Diantaranya, dia bisa membuat celaka orang lain, atau dirinya sendiri.
Dalam kasus ini, meneriakkan caci maki dan "revolusi" hanya akan memulangkan orang Ponorogo dari Malaysia kembali ke Ponorogo, memulangkan orang Padang, Aceh, Bali dan Makassar. TKI di Malaysia akan kecewa karena mereka merasa lebih baik bekerja di Malaysia dari pada menjadi pengangguran di kampung halaman. Itulah sebabnya banyak anak negeri ini berjuang agar bisa bekerja di Malaysia. Teriakan "ganyang Malaysia hanya akan membuat mereka resah di negeri orang, jauh dari keluarga.
Nasionalisme. Cara mencintai bangsa sendiri lebih baik melihatnya dari cara pandang rasional dari pada emosi yang menggebu-gebu.
Jepang yang telah di "ganyang" oleh Amerika, luluh lantak oleh bom atom, tidak sedang lupa sejarah. Jepang mencintai negara sendiri dengan cara yang cerdik. Itulah kenapa Jepang maju.
Dengan cara itulah, maka akan tampak sosok pemuda yang kepala berikat merah putih tadi seperti generasi muda tahun 40-an, memegang bambu runcing dan melihat dunia dengan curiga dan amarah, berfikir dengan cara dinosaurus, hewan langka yang telah punah itu berfikir.
Paling tidak, seperti itulah bayangan teman saya Jimmy.
Lengkapnya lihat:
Ganyang Malaysia Warisan Komunisme.
Menurut saya pribadi, ini negara demokrasi, semua orang punya hak yang sama untuk mengungkapkan isi fikiran yang sah dan masuk akal.
Lihat juga: Stop Olok Tuhan
Tags:
Joke